Antara Cinta dan Lockdown

Ilustrasi nenek dan cucunya, http://www.slrobertson.com

Langit mulai menggelap, matahari kian merendah, hanya sisa-sisa cahaya yang ditampakannya melalui awan mega berwarna kemerah-merahan ditemani kicauan burung gereja yang bergelantungan di atas rerantingan pohon untuk bersiap-siap kembali ke sarangnya.

Tidak seperti biasanya, sore ini terasa hening. Tak ada suara gemuruh dari riuhnya kendaraan, suara para penjajak kaki lima yang biasa mengudara lewat TOA kecil yang diletakan berdekatan dengan barang jajakan, hingga suara musik khas Sudan yang biasa disetel oleh para penjual Shawarma. Dan kini suara-suara itu telah lenyap ditelan keadaan, namun masih melekat erat dibenak pikiran.

Dalam suasana hening, berdiri tegak di tepi jalan seorang nenek berpakaian khas Sudan dengan balutan warna pink dan corak bunga menutup sekujur tubuhnya yang hanya menyisakan bagian wajah tetap terbuka. Ia berdiri seorang diri di tempat pangkalan Bis-bis kota mengambil penumpang, sambil menenteng plastik kresek berwarna hitam berisi jajanan dan juz buah dengan kemasan botol yang ia beli di toko dekat rumahnya. Dengan raut wajah yang lusuh menggambarkan bahwa suasana hatinya sedang tidak tenang. Sudah hampir satu jam ia berdiri sambil menoleh ke kanan dan ke kiri memandangi setiap kendaraan yang lewat dan dan mengharap kedatangan bis antar kota yang biasanya berhenti tepat dimana ia berdiri.

“Ndak seperti biasanya, tidak ada satupun bis yang berhenti. Padahal biasanya di sini selalu ramai orang-orang menunggu bis datang”, Ia berguman dalam hati sambil terus menatapi setiap kendaraan yang lewat di depannnya, yang mana hanya didominasi oleh kendaraan angkutan pick up dan mobil truk besar yang dipergunakan mengangkut bahan-bahan makanan. Sebenarnya ia bisa saja melambaikan tangan sambil meminta tolong kepada mobil-mobil yang lewat di depannya untuk mangantarkannya ke tempat yang dia hendak tuju. Tapi, ia memiliki prinsip yang kuat untuk tidak mau merepotkan orang lain, selama dirinya masih mampu melakukannya sendiri.

Dengan semangat yang dimilikinya, ia tidak menyerah begitu saja. Akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan tempat dimana ia sekarang berdiri dan berpindah ke pangkalan lain yang juga orang-orang biasa menunggu bis datang. Namun, ternyata hal yang sama ia dapati, tak ada seorang pun berdiri di sana menunggu kedatangan Bis. Ia semakin cemas dengan keadaan yang sekarang ia hadapi, namun ia mencoba mengondisikan emosinya untuk tetap tenang. “Ya…Allah, berilah hamba petunjuk untuk bisa keluar dari kondisi hamba sekarang”, ia memohon lirih dalam hati agar tetap diteguhkan keyakinan akan datangnya pertolongan Allah sambil tetap berdiri dan sesekali menoleh ke jalanan. Berharap angkutan yang ia inginkan datang.

“Tiiiiittt….tiiiiittt…tiiiitt..”, Suara klakson mobil membuyarkan lamunannya. Lalu keluar seseorang bertubuh gampil dan berkulit hitam pekat mengenakan pakaian serba biru lengkap dengan atributnya. Ternyata ia adalah seorang polisi wilayah Khartoum yang sedang berpatroli menyisiri jalanan ibukota untuk memastikan semua warganya sudah menetap di rumah sementara waktu selama masa pandemic, sesuai dengan instruksi dari pemerintah pusat.

“Nenek sedang apa berdiri di sini sendirian?” tanya Pak Polisi dengan nada lembut.

“Saya sedang menunggu muwashalat datang.” sahut si Nenek menimpali pertanyaan Pak Polisi.

Pak Polisi terheran dengan jawabab polos dari si Nenek, sambil mengamati glagat si Nenek, dimana ia merasa ada yang janggal dari sikapnya yang agak berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

“Nenek sudah baca berita di koran? ” tanya Pak Polisi dengan nada mengetes.

“Sudah pak Polisi..” sahut si Nenek dengan nada meyakinkan.

“Kalau sudah, kenapa nenek masih berdiri di sini? Tau ga nek, kalau hari ini adalah hari dimulainya Lockdown. Dan tidak boleh ada aktifitas apapun di luar rumah, semua orang harus menetap di dalam rumah selama masa pandemi Corona Virus ini, kecuali pada waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh Pemerintah. Seperti misalnya dari pagi mulai pukul enam hingga pukul satu siang. Setelah itu tidak boleh ada aktivitas apapun di luar rumah. Termasuk pembatasan jam operasi pada angkutan umum. Maka, sebaiknya Nenek kembali lagi ke rumah. Dan bisa melanjutkan aktivitas esok hari pada jam-jam diperbolehkannya melakukan aktivitas di luar rumah seperti yang sudah saya jelaskan tadi”, Pak Polisi mencoba menjelaskan kepada si Nenek yang sejak tadi berdiri menunggu datangnya angkutan umum dan tak kunjung datang.

Mendengar penjelasan dari Pak Polisi si Nenek langsung mengerutkan keningnya sambil menatap ke bawah menandakan kesedihan mendalam yang dirasakanya. Ia sebenarnya ingin mengatakan sesuatu pada Pak Polisi, namun ia tak kuasa untuk mengatakannya.

“Nenek…Kenapa diam saja dan nampaknya nenek sedih sekali..Katakan saja bila ada masalah, nanti bisa saya bantu.” Pak Polisi mencoba menenangkan si Nenek yang terlihat menyembunyikan sesuatu.

Akhirnya si Nenek perlahan menarik nafas dan mengeluarkannya. Lalu ia pun menceritakan sesuatu yang sedang ia alami kepada Pak Polisi.

“Pak Polisi….boleh saya bercerita sedikit pak?”

“Iya Nek…katakan saja, kami siap membantu”

“Jadi, begini..Sebenarnya saya sudah tahu sejak awal tentang peraturan dari pemerintah terkait larangan keluar rumah selama masa pandemi ini. Tapi…”

Tiba-tiba si Nenek terhenti di tengah penjelasannya. Pak Polisi pun yang dari tadi terlihat khidmat ingin mendengar penjelasan dari si Nenek semakin penasaran.

“Tapi apa Nek…?” tukas Pak Polisi semakin penasaran dengan cerita dari si Nenek. Lalu si Nenek pun melanjutkan ceritanya.

“Tapi perlu Pak Polisi tahu, kenapa saya rela melakukan ini semua hingga saya berani keluar rumah pada jam-jam yang dilarang untuk keluar. Jadi, saya memiliki seorang cucu di kota Madani. Sudah lama saya tidak berjumpa dengannya. Saya sangat rindu dan ingin menemuinya. Padahal sudah ada rencana sebelumnya untuk bisa berkunjung ke sana. Tapi, saat itu juga ada peraturan dari pemerintah untuk pembatasan akses keluar kota dan akhirnya saya pun harus menundanya. Hingga kemarin terdengar berita, bahwasanya akan ada penutupan total akses perjalanan di kota Khartoum. Lalu, saya pun bingung harus bagaimana. Maka, saya beranikan diri untuk nekad pergi ke sana. Dan kondisinya saat ini dia sedang sakit demam. Maka, saya berharap bisa ke sana untuk menjenguknya”

Pak Polisi pun terenyuh mendengar cerita dari si Nenek. Ia pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa memberikan dukungan moril kepada si Nenek.

“Sabar ya nek…Semua urusan di dunia sudah diatur oleh yang Maha Pengatur, termasuk kondisi yang sedang terjadi saat ini. Kita sebagai hamba-Nya hanya bisa menerima dengan takdir yang sudah ditentukan serta berdo’a untuk kebaikan atas apa yang telah ditakdirkan-Nya.”

“Iya, Pak..Saya sudah sabar menunggu, namun sampai kapan saya harus menunggu?.” celetuk si Nenek sambil sedikit menekan suaranya.

“Iya nenek, saya paham dengan kondisi nenek sekarang…Kesabaran bukan hanya menyoal tentang waktu. Tapi termasuk juga ikhtiar dan usaha kita dalam menghadapi musibah yang sedang kita alami. Termasuk di dalammya kita menaati peraturan yang dibuat pemerintah dan otoritas para ahli kesehatan untuk berdiam diri di rumah sementara waktu demi menekan pernyebaran virus agar tidak berkembang secara masif. Yang demikian juga merupakan bentuk usaha kita dalam memerangi wabah corona ini. Ini juga termasuk kesabaran loh. Maka, sekarang sebaiknya Nenek tetap menaati aturannya dan jangan lupa untuk tetap mendo’akan cucu Nenek di sana. Insyaallah Allah akan menolong Nenek, dan jangan lupa agar Nenek tetap tenang dan jangan panik”

 Si Nenek akhirnya mulai luluh setelah mendengarkan penjelasan panjang serta nasehat dari Pak Polisi. Dengan hati yang lapang akhirnya si Nenek mau menerima saran dari Pak Polisi.

“Ya sudah…sekarang biar saya antar Nenek pulang ke rumah. Dimana alamatnya?”

“Iya pak…Terimakasih banyak atas bantuannya. Rumah saya di daerah Arkaweet Blok 49.”

Tawaran dari Pak Polisi untuk mengantarkan si Nenek diterima, dan nenek pun sudah lega, walaupun masih menyisakan beban pikiran di kepala. Tapi paling tidak dengan nasehat yang disampaikan oleh Pak Polisi agar senantiasa berkomunikasi lewat doa-doa yang dipanjatkan bisa sedikit mengobati rasa rindu pada cucunya meski terbentang oleh jarak dan kondisi. Tamat

Leave a comment